Tetap Mengasihi Sekalipun Tidak Dikasihi, Tetap Mencintai Sekalipun Harus Terluka

7 August 2022

Catatan: Tulisan ini dibuat dari Penelaahan Alkitab (PA), Lukas 10:24-37. Satu ayat dari akhir perikop Alkitab berjudul: Ucapan Syukur dan Bahagia di Lukas 10:24 dan selebihnya, dari perikop berjudul: Orang Samaria yang Murah Hati di Lukas 10:25-37. Sebelum membaca artikel ini, teman-teman dianjurkan untuk membaca teks Alkitab yang telah disebutkan di atas terlebih dahulu. Terima kasih.

Di dalam artikel ini, sesuai Lukas 10:24-37, kita akan belajar tentang cintanya Tuhan, yang sungguh-sungguh dalam dan sungguh-sungguh nyata, yang ditunjukkan melalui Kristus kepada kita umat manusia. Terlebih dahulu, kita akan membahas Lukas 10:25-37, tentang: Orang Samaria yang Murah Hati, dimulai dengan percakapan antara ahli Taurat dengan Yesus. Baru kemudian Lukas 10:24, bagian terakhir dari perikop berjudul: Ucapan Syukur dan Bahagia.

Di kisah pertama, tentang perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati, Lukas menceritakan bahwa telah terjadi suatu perbincangan antara seorang ahli Taurat dengan Yesus. Ahli Taurat itu dikatakan ingin mencobai Yesus. Penulis Lukas memulai narasi ini, dengan mempertegas motif dari tindakan si Ahli Taurat untuk bertanya, yakni ingin “mencobai Yesus” (Lukas 10:25). Mencobai berarti bermaksud jahat. Ahli Taurat itu ingin menjebak Kristus, sehingga Yesus diupayakan kedapatan bersalah karena mengajarkan hal yang salah. Mencobai, tentu berbeda dengan menguji. Ahli taurat itu mencobai, bukan menguji. Menguji, berarti layaknya seorang guru yang menguji murid-muridnya di kelas. Tentu, setiap guru ingin murid-muridnya berhasil. Namun berbeda di dalam perikop ini. Ahli taurat itu ingin mencobai Yesus agar Yesus ditemui gagal. Dan tampaknya, ahli Taurat itu tidak tahu siapa yang sedang dicobainya. Itu sebabnya Ahli taurat itu berani mencobai Yesus yang adalah Tuhan (Lukas 10:25).  Dan kemungkinan lain, karena ahli Taurat itu terlalu mencintai dirinya, dengan melihat kebesarannya sendiri sehingga mata rohaninya tidak mampu melihat kebesaran Tuhan yang berada di hadapanNya. Dan akhirnya, ahli Taurat itu melemparkan pertanyaan kepada Yesus, dengan sebuah pertanyaan singkat; “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Yesus meladeni pertanyaan si Ahli Taurat, dengan menjawab sesuai pengajaran yang dipahami oleh orang-orang Yahudi, dengan kembali bertanya kepada si Ahli Taurat; “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?” Dari pertanyaan Yesus, bisa kita ketahui bahwa Yesus pun mengakui kesungguhan ahli Taurat itu, di dalam memahami hukum Taurat. Yesus tahu kesungguhan ahli Taurat untuk membaca Taurat. Itu artinya, Yesus mengetahui segalanya tentang si ahli Taurat. Lalu pertanyaannya, untuk apa Yesus bertanya jika sejak awal Yesus sudah mengetahui segalanya tentang si ahli Taurat? Tentu, maksud pertanyaan Yesus, bukan untuk mencobai si ahli Taurat itu, agar si ahli Taurat kedapatan bersalah. Yesus tidak melakukan hal serupa, seperti kejahatan yang sedang dilakukan Ahli Taurat kepadaNya. Karena Yesus yang adalah Tuhan dari umat manusia, tentu Tuhan Yesus tidak dapat dicobai, dan Tuhan juga tidak mencobai siapapun (Yakobus 1:13). Ini satu hal yang perlu untuk kita cermati, bahwa Tuhan Yesus memahami ahli Taurat itu, Yesus juga memahami setiap kita umat manusia. Namun sekali lagi, untuk apa Yesus bertanya? (Lukas 10:26). Di dalam Alkitab, seringkali dinyatakan bahwa, ketika Yesus bertanya, pertanyaan yang diajukanNya seringkali menjadi pertanyaan, yang justru menuntun manusia kepada pertobatan kepada Dia, yang adalah Mesias. Juru Selamat Dunia.

Tentu kita masih ingat, waktu Yesus bertanya secara pribadi kepada Petrus. Yesus bertanya kepada Petrus, murid yang pernah menyangkali Yesus tiga kali, hanya dalam semalam ketika menjelang peristiwa penyaliban di Golgota. Yesus bertanya, “Petrus apakah engkau mengasihi Aku? Petrus apakah engkau mengasihi Aku? Simon apakah engkau mengasihi Aku? (Yohanes 21:15-25)” Tiga kali Yesus bertanya, sebelum akhirnya Petrus luluh hatinya, menyesali kesalahannya dan menangis di hadapan Kristus dan kemudian menjawab dengan penuh kerelaan bahwa dirinya (Petrus) sungguh mengasihi Kristus dan mau taat kepadaNya. Serupa halnya dengan diri kita sendiri, sering kali Yesus pun bertanya kepada setiap kita di dalam konteks yang berbeda-beda. Seperti pertanyaan yang sedang diajukan Yesus baik kepada Ahli Taurat maupun Petrus. Dan sering kali, akibat ketidak pekaan kita, membuat dirikita terjebak pada kebingungan-kebingungan yang sebenarnya seringkali tidak diperlukan. Namun, perlu diketahui bahwa, sebenarnya, kebingungan-kebingungan yang kita alami saat ini, tersirat makna bahwa Kristus sedang bertanya tentang kesungguhan setiap kita untuk benar-benar percaya kepada Dia.

Sederhananya, mungkin, kini kita sedang mengalami kebingungan soal pekerjaan, tugas akhir yang belum selesai, masa depan, calon teman hidup, masalah ekonomi atau terkait sakit penyakit anggota keluarga yang tak kunjung menemukan titik terang di dalam penyelesaiannya dan lain sebagainya. Di dalam keadaan yang demikian, sebenarnya, seringkali kita sedang diperhadapkan oleh Kristus dengan pertanyaan yang jauh lebih penting dari semua keiinginan hati kita, Yesus sering bertanya di dalam keadaan yang demikian, dengan pertanyaan; “Apakah kita sebenarnya sungguh-sungguh mengasihi Dia? Atau sebenarnya kita justru mengasihi diri kita sendiri, daripada Kristus?”

Pertanyaan yang dihadapkan Yesus kepada kita sebenarnya, selalu bermaksud untuk menuntun kita,  agar memiliki kerelaan hati berjalan menuju pertobatan, memiliki kesungguhan bertobat kepada Dia. Namun sayangnya, di dalam perikop yang kita baca, ahli Taurat itu belum memahami kenapa Yesus justru kembali bertanya kepada dirinya. Malahan, dengan lantang ahli Taurat itu menjawab pertanyaan Yesus yang bertanya tentang pemahamannya dari kitab Taurat dengan jawaban; “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Lukas 10:27). Dari jawaban ahli Taurat ini, dapat kita ketahui bahwa, pemahaman yang demikian (hukum cinta kasih) sebenarnya telah lama dipahami oleh orang-orang Yahudi, ada di Ulangan 6:5 dan Imamat 19:8. Sehingga, benarlah bahwa ahli Taurat itu sebenarnya telah mengetahui apa yang sedang dia tanyakan tentang “apa yang harus diperbuatnya untuk beroleh hidup kekal?” Dia atau ahli Taurat itu bertanya bukan untuk mencari tahu kebenaran, namun untuk mencobai. Sementara Yesus sering kali bertanya kepada manusia, agar manusia mendapatkan kebenaran di dalam hidupnya.

Kemudian, Yesus kembali berkata bahwa jawaban dari ahli Taurat itu benar, yakni penting untuk mengasihi Tuhan Allah dan kemudian mengasihi sesama manusia. Yesus kemudian meminta si ahli Taurat, untuk mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesamanya dengan segenap hati, seperti yang telah dikatakan oleh Ahli Taurat itu sebelumnya. Karena sebenarnya, menurut penyelidikan Kristus terhadap isi hati dari si ahli Taurat, bahwa sebenarnya si ahli Taurat sesungguh-sungguhnya belum benar-benar melakukan apa yang telah dia katakan. Karena apabila seseorang yang telah melakukan perintah Tuhan, benar-benar melakukan kehendak Allah, pastilah Yesus pun mengakui keberhasilan atas kesungguhan hati dari ketaatan anak-anakNya. Misalnya, di kitab Yohanes, setelah peristiwa pemilihan murid Yesus yang pertama; di dalam peristiwa Natanael sahabatnya Filipus, murid Yesus. Waktu Filipus berkata kepada Natanael bahwa Mesias telah ditemukannya dan Mesias itu adalah Yesus. Natanael malah ragu waktu itu, dan bertanya; “Mungkin kah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Lalu, Yesus datang melihat Natanael, kemudian Yesus memuji Natanael. Yesus tidak marah, justru Yesus berkata; “Inilah Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” Yesus memuji kesungguhan Natanael karena memang ada kejujuran di dalam hati Natanael (Yohanes 1:35-51).

Yesus bukan Pribadi yang pelit pujian. Terlihat dari pengalaman yang dialami Natanael. Yesus memuji Natanael. Dan hendaknya kita belajar dari Kristus, Tuhan kita, akan teladan itu. Namun untuk peristiwa dengan ahli Taurat, sebaliknya. Yesus mengatakan hal yang memang real dan benar, bahwa ahli Taurat itu memang harus melakukan apa yang  telah dia katakan kepada Yesus, dengan menghidupi perkataannya untuk mengasihi Tuhan Allah dan mengasihi sesama dengan sungguh-sungguh. Refleksi yang bisa didapatkan untuk kita pribadi lepas pribadi adalah, adakah kita saat ini sedang peka dengan suara Yesus, seperti yang sedang Dia katakan kepada Ahli Taurat itu? Perintah untuk melakukan: “Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup!” seperti kata Yesus untuk meresponi jawaban dari Ahli Taurat sebelumnya (Lukas 10:28)?

Bagaimana dengan kita? Mungkin setiap kita, dalam waktu belakangan ini, sedang diperintahkan Tuhan sesuatu hal, sesuai kebutuhan rohani kita masing-masing. Mungkin kita sedang ditegur, mungkin kita sedang dipuji seperti Natanael, atau bahkan mungkin kita sedang diperintahkan untuk melakukan panggilan yang menjadi tanggung jawab kita pribadi. Jika kamu sedang merasakannya, bersyukurlah untuk setiap pernyataan Tuhan itu! Ketika kita beroleh kesempatan menyadari perintah Tuhan saat ini kepada kita. Bersyukur untuk setiap pemahaman yang boleh kita dapat dari Kristus! dan kini, kita hanya perlu belajar untuk menghidupi serta  menjalankan perintah-perintah Tuhan, sesuai bagian yang Tuhan perintahkan untuk kita lakukan. Bertobat jika memang perlu saat ini untuk bertobat. Bersyukur untuk anugerah yang boleh kita peroleh jika memang saat ini kamu harus bersyukur, atau bahkan mungkin kita sedang bergumul dengan perintah Tuhan untuk menjawab panggilan dalam mengerjakan pelayanan, bersandarlah kepada Dia. Kini, saatnya untuk meresponi setiap pernyataan Kristus itu, jangan biarkan kesempatan itu berlalu begitu saja!

Di teks yang kita baca, ahli Taurat kemudian menurut penulis Lukas, dikatakan berupaya kembali membenarkan dirinya dengan bertanya kepada Yesus untuk yang kedua kalinya; “Dan siapakah sesamaku manusia?” Tanya ahli Taurat itu kepada Yesus. Menariknya di dalam percakapan ini, Yesus tidak seperti percakapan sebelumnya. Sebelumnya Yesus kembali bertanya tentang isi hukum Taurat, karena Yesus tahu bahwa ahli Taurat itu mengetahui jawabannya. Namun kali ini, Yesus tidak kembali bertanya. Yesus menjawab pertanyaan yang kedua, karena Yesus tahu bahwa sebenarnya ahli Taurat itu sedang berupaya membenarkan dirinya sendiri melalui pertanyaan, “Siapakah sesamaku manusia? (Lukas 10:29).”

Menarik waktu membaca salah satu commentary dari penafsir Alkitab, bahwa sebenarnya, ada jebakan dari pertanyaan Ahli Taurat ini. “Dan siapakah sesamaku manusia? (Lukas 10:29)” Dikatakan sesamaku. Seakan-akan ahli Taurat itu menurut pemahamannya sendiri adalah orang yang sedang dan akan selalu mengasihi sesama. Padahal itu hanya menurut pendapatnya sendiri. Ahli taurat itu sebenarnya sedang tidak mengasihi sesamanya. Yesus tahu itu. Itu sebabnya, Yesus tidak tertarik menjawab pertanyaan ahli Taurat itu dengan memberikan contoh perumpamaan, misalnya; ahli Taurat yang murah hati atau seorang Yahudi yang murah hati. Tidak demikian. Justru, orang yang direndahkan oleh Bangsa Yahudi, orang Samaria, yang menjadi contoh utama di dalam perumpamaan yang dikisahkan oleh Yesus di dalam perbincangan mereka.

Pertanyaannya, kenapa contohnya bukan ahli Taurat? Atau seorang Yahudi yang murah hati yang menjadi contoh teladan di dalam perumpamaan itu? Karena memang, ahli Taurat yang sedang berada di hadapan Yesus itu, sedang perlu untuk bertobat. Ingat di pembahasan awal, bahwa Yesus selalu berupaya mengarahkan setiap pertanyaan dan jawaban dari penanya, demi menuntun setiap penanya menuju kepada pertobatan kepada DiriNya yang adalah Mesias serta Juru Selamat umat manusia. Mari kita perhatikan perumpamaan yang disampaikan Yesus dengan cermat.   

Perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati

Yesus memulai perumpamaannya dengan mengisahkan tentang seseorang yang hendak melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Yerusalem dataran tinggi, turun di jalur yang curam kira-kira 1000 m ke Yerikho, dengan jarak tempuh sejauh 27 Km. Yerikho yang dikenal di masa Yesus merupakan tempat kediaman para Imam. Misal, Imam Zakharia, Ayah Yohannes Pembaptis tinggal di daerah itu, bersama dengan para anggota-anggotanya, para Imam yang melayani di Bait Allah (Lukas 1:21-23). Naasnya, sekalipun tempat itu merupakan tempat tinggal para hamba Tuhan yang melayani di Bait Allah, justru tidak ada pertobatan di Yerikho. Yang ada, hanya kekejaman, keserakahan, materialisme dan penindasan. Terlihat dari peristiwa yang dialami seorang yang sedang melakukan perjalanan itu di dalam perumpamaan Yesus. Tampaknya orang itu sedang melakukan perjalanan jauh. Tampilannya yang menonjol dengan membawa cukup banyak bekal, mungkin juga menaiki keledai, hal inilah yang menjadi alasan utama membuatnya menjadi incaran para penyamun. Dia diserang. Dan tampaknya, terjadi perlawanan sehingga membuat orang yang sedang melakukan perjalanan itu nyaris dalam keadaan setengah mati karena berupaya menghalau musuh. Seorang yang sedang melakukan perjalanan itu pastilah tidak menyerah, ataupun tidak memilih menghindari bentrokan. Namun dinarasikan bahwa sang musafir itu mengalami kekalahan hebat. Sampai berdarah-darah dia tergeletak dipinggir jalan (Lukas 10-30).

Setelah peristiwa pengeroyokan dan perampasan yang dialami oleh seseorang yang sedang melakukan perjalanan, lewatlah seorang Imam memperhatikannya. Di dalam tradisi bangsa Israel, seorang Imam tentu memiliki tugas penting di Bait Allah. Mereka mengajarkan Taurat dan Kitab para Nabi, memimpin ibadah, memimpin pelayanan kurban bangsa Yahudi, melakukan pengawasan administratif di suatu kenisah atau Bait Allah serta tugas-tugas rohani lainnya. Sayangnya, sosok Yahudi ini yang seharusnya diharapkan menjadi teladan yang baik, malah mengabaikan dan kemudian pergi meninggalkan pengembara yang hampir mati itu (Lukas 10:31). Serupa halnya dengan seorang Lewi, orang yang juga melayani di Bait Allah; mereka bertugas untuk bernyanyi/bermain musik di bait Allah, menjaga peralatan di Bait Allah, mengangkut barang-barang yang diperlukan di dalam ibadah. Dan, Tuhan sendiri yang memerintahkan agar sepersepuluh dari kekayaan para umat, harus diserahkan untuk para Lewi di dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, serta untuk kebutuhan pelayanan yang harus mereka kerjakan (Bilangan 18:21). Alih-alih menyadari besarnya pemeliharaan Tuhan atas hidup mereka, Lewi ini justru memilih untuk pergi meninggalkan orang yang tergeletak tak berdaya itu di atas tanah kering dan berdebu (Lukas 10:32). Lewi tersebut menjadi contoh para pemalas. Orang yang menolak untuk melayani Tuhan, padahal Tuhan senantiasa mencukupkan setiap kebutuhannya hari demi hari.

Tentu dimungkinkan bahwa, kedua tokoh rohani yang menolak untuk melayani itu merupakan, seorang Imam dan Lewi yang takut menajiskan diri mereka (Imamat 5:3). Karena, harus berurusan dengan mayat. Pun ada kemungkinan, Imam dan Lewi tersebut memang tidak peduli sama sekali, karena kalau mereka memang peduli dengan si korban, seharusnya mereka sadar bahwa korban yang tergeletak itu masih hidup, dan membutuhkan pertolongan dengan segera. Dan kita harus ingat di dalam jawaban ahli Taurat di dalam diskusi bagian awal, di bagian pertama artikel ini pun telah disinggung. Bahwa, orang Yahudi di Perjanjian Lama pun telah diperintahkan Tuhan untuk mengasihi Tuhan Allah, dan mengasihi sesama manusia dengan sungguh-sungguh (Ulangan 6:5 dan Imamat 19:8) jadi tidak ada alasan sebenarnya untuk tidak menolong orang lain. Dan, apabila dengan tidak sengaja telah menajiskan diri dengan memegang mayat, tentu haruslah seseorang itu bertobat dengan memberikan korban penghapusan dosa kepada Allah (Imamat 4:1-35). Sesederhana itu! Parahnya, alih-alih mengambil kesempatan untuk melayani, mereka (Imam dan Lewi) justru menolak untuk menolong orang yang sedang menderita itu, lantaran berpotesi membebani hidup mereka. Bagi mereka, si korban memang tidak pantas bersentuhan dengan jari-jari suci mereka. Atau mungkin, baju mereka terlalu harum untuk bersentuhan dengan keringat dan darah musafir yang menderita itu. Owh..., adakah kita orang-orang yang sedang melayani di Pelayanan Mahasiswa, adalah seperti kedua tokoh yang dimaksudkan oleh Yesus di dalam perikop ini? Seperti seorang Imam dan Lewi, yang hanya tahu mengajarkan apa yang baik, namun tidak tahu untuk menghidupi setiap ajaran Tuhan? Inilah kaum-kaum munafik, yang sama sekali tidak ingin terbeban untuk terlibat di dalam membantu mengerjakan pelayanan. Aku pun pernah diposisi seperti ini teman-teman, dan sungguh kita harus sama-sama bertobat di hadapan Kristus jika memiliki sifat yang demikian.

Kemudian, di bagian terakhir, Yesus mengisahkan tentang seorang Samaria yang juga terlibat di dalam tragedi itu. Seorang Samaria yang murah hati. Perlu diketahui bahwa, bangsa Samaria merupakan Bangsa yang tingkatan kelas sosialnya berada di bawah Bangsa Yahudi. Itu menurut orang-orang Yahudi. Pertentangan antara kedua Bangsa ini mulai terjadi sejak pecahnya kerajaan Israel, menjadi kerajaan Israel di Utara dan di Selatan. Waktu itu, Israel di bagian Selatan di pimpin Raja Hizkia, sementara Israel di Utara dipimpin oleh Raja Hosea. Israel Utara kemudian diserang oleh Asyur. Bangsa Israel bagian Utara kemudian mengalami kekalahan, sehingga Raja Asyur berkuasa atas Israel bagian Utara. Raja Asyur yang kini bertahta di sebelah Israel bagian Utara mengangkut banyak bangsa-bangsa asing ke kawasan jajahan barunya itu, maka setelah ratusan tahun kemudian terjadilah percampuran kebudayaan, lalu kemudian lahirlah bangsa yang dikenal sebagai Bangsa Samaria. Orang Israel di bagian Selatan memandang sinis Bangsa Samaria ini, mereka menolak Bangsa Samaria sebagai bagian dari orang Yahudi, karena Bangsa Samaria menyembah ilahnya bangsa asing, memiliki kebudayaan yang tidak murni Israel, serta terdapat kebudayaan-kebudayaan baru di tengah-tengah mereka.

Meskipun begitu, di Perjanjian Baru tentu mulai banyak orang Samaria yang meninggalkan berhala. Mereka menerima kitab Pentateuk yang disampaikan Tuhan kepada Musa, mereka juga percaya akan nubuat kedatangan Mesias yang akan menyelamatkan dunia. Nantinya, banyak orang Samaria yang juga percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka, di Kisah Para Rasul 8:5-25 kisah pertobatan ini ada di tuliskan. Lalu, ada kisah tentang Perempuan Samaria di tepi sumur yang juga mengajak keluarga dan kampung halamannya untuk bertobat mengikut Yesus (Yoh 4:1-42). Namun karena mereka bukan bangsa Israel murni, maka orang Yahudi menolak untuk berdekatan, apalagi berbicara dengan orang-orang Samaria. Padahal dari pertanyaan ahli Taurat itu, kelihatan bahwa ahli Taurat berharap agar tokoh utama dari kisah orang Samaria yang baik adalah ahli Taurat atau orang Yahudi, tetapi Yesus memilih menggunakan orang Samaria sebagai pemeran yang menunjukkan teladan hidup di dalam perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus.

Di dalam perikop yang kita baca, dituliskan bahwa orang Samaria itu tergerak hatinya oleh belas kasihan. Orang Samaria yang dianggap hina oleh bangsa Yahudi, justru menghampiri si korban yang tergeletak tak berdaya. Dibersihkan lukanya dengan minyak dan anggur, kemudian dibalutnya luka itu. Si korban kemudian dinaikkan ke atas keledai. Dirawat dan dibawa ke tempat penginapan. Orang Samaria dinarasikan tidak langsung pergi meninggalkan si korban ketika membawa si korban itu ke penginapan. Namun dia (Orang Samaria) merawatnya terlebih dahulu, Keesokan harinya, baru orang Samaria itu pergi. Itu pun dengan pesan kepada pemilik penginapan,untuk merawat orang yang tak berdaya itu dengan memberi 2 dinar dan apabila biaya perawatannya lebih dari itu, maka Orang Samaria itu berjanji akan datang kembali dan menggantinya di kedatangannya yang kedua kali (Lukas 10:33-35).

Sosok Orang Samaria ini sebenarnya tidak punya alasan untuk menolong. Dia hanya tergerak oleh belas kasih. Apalagi orang yang tergeletak dengan kucuran darah di hadapannya sama sekali tidak dikenalinya. Mungkin saja korban itu adalah seorang Yahudi. Paling tidak, karena perkampungan itu merupakan kawasan para Imam yang bertugas di bait Allah sehingga besar kemungkinan bahwa korban itu adalah kalangan Yahudi. Sehingga, sebenarnya, orang Samaria itu sungguh tidak punya alasan sama sekali untuk menolong. Apalagi mungkin orang-orang Yahudi jijik untuk berbincang-bincang dengannya di sepanjang jalan kota itu, di sekitar daerah Yerikho tempat dirinya sedang berada. Mungkin juga, orang Yahudi menatap orang Samaria itu dengan sinis waktu orang Samaria itu datang ke penginapan tempat tinggal orang-orang Yahudi, mengantarkan si musafir korban perampokan para penyamun. Alih-alih meninggalkan korban, Orang Samaria itu tetap memilih untuk mengasihi orang yang tidak dikenalnya, sekalipun Orang Samaria tidak dikasihi di tempat itu. Dia justru membayar dengan uangnya sendiri, menyuruh pemilik penginapan untuk menolong dan berjanji akan datang kembali membayar biaya perawatan, sebagai tanda kasihnya kepada si korban.

Lalu kemudian, Yesus bertanya kepada ahli Taurat di akhir perbincangan mereka, “Siapakah dari antara ketiga orang itu adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Tanya Yesus. Ahli Taurat itu nampaknya menolak mengatakan “Orang Samaria”, dia hanya mengatakan, “Orang yang menunjukkan belas kasihan itu adalah sesama dari orang yang telah dirampok tadi”. Ahli Taurat itu belum rela untuk mengakui Bangsa Samaria setara dengan mereka yang adalah Israel murni. Namun Yesus kembali memerintahkan Ahli Taurat itu untuk berbuat berdasarkan apa yang telah dia pahami dan dia dengar dari Yesus (Lukas 10:36-37).

Tapi tunggu dulu tema-teman! Tahukah kamu? Ini bagian terbaiknya! Teman-teman, sadarkah kita sebenarnya apa yang sedang dibicarakan Yesus waktu menceritakan tentang Orang Samaria itu? Sebenarnya, perumpamaan itu berbicara tentang Yesus sendiri. Yesus sedang menceritakan tentang teladanNya, dan kebaikan yang akan Dia kerjakan untuk seluruh umat manusia seperti orang Samaria yang telah Dia ceritakan sebelumnya. Ini bagian terbaiknya! Coba kita bandingkan peristiwanya; Orang Samaria, menaiki keledai. Yesus pun pernah menaiki seekor keledai (Yohanes 12:12-19) disambut sebelum memasuki Yerusalem. Orang Samaria menolong, menyembuhkan luka, dan merawat orang yang dirampok para penyamun. Yesus pun demikian! Yesus merawat orang-orang miskin, orang-orang yang tertindas, orang sakit dan menderita. Malahan, Yesus mengorbankan diriNya demi memeluk kita dengan CintaNya di kayu salib. Agar kita dimampukan, dikuatkan dan dipulihkan di dalam Yesus. Agar setiap kita yang percaya kepadaNya beroleh hidup kekal. Orang Samaria kemudian, memerintahkan penjaga penginapan untuk merawat orang yang terluka itu. Yesus juga memerintahkan Roh Kudus untuk mendampingi dan menjadi penolong di dalam hidup kita, setiap orang percaya. Orang Samaria di dalam perumpamaan berjanji akan datang kembali membayar biaya perawatan dan penginapan. Yesus pun berjanji akan datang kembali untuk yang kedua kali, menyambut kita manusia yang dicintai-Nya.

Yesus sebenarnya sedang menunjukkan teladanNya di dalam perumpamaan itu, agar setiap orang percaya meniru diriNya. Tuhan Yesus, tetap mengasihi sekalipun banyak orang, ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi mencela, menghina dan bahkan banyak orang merendahkan Yesus ketika Dia mau disalibkan. Adapula yang meludahi, memukulinya, mencambuk dan menancapkan paku tajam ke tangan dan kakiNya. Akan tetapi, Yesus tetap mengasihi sekalipun Dunia tidak mengasihiNya. Yesus tetap mencintai sekalipun harus terluka, akibat darah-darah yang bercucuran di tubuhnya, akibat penderitaan yang harus Dia tanggung di kayu salib, berjuang hidup taat untuk menyenangkan hati Bapa. Yesus tetap mencintai sekalipun harus terluka akibat ulah manusia. Namun, kesenangan hatiNya adalah menaati kehendak Bapa. Dia rela terluka demi mencintai manusia. Jadi kalau kamu dan saya tidak dikasihi waktu sedang mengasihi, pilihannya tirulah teladan Yesus. Mengasihi sekalipun tidak dikasihi. Waktu kamu terluka saat sedang mencintai, sadarilah bahwa Yesus telah menderita bagimu dan Dia ada untuk memulihkanmu. Dia tidak pergi jauh-jauh, Dia ada memperhatikan air matamu, memperhatikan setiap tetesan yang mengalir dipipi. Karena itu, berbincanglah denganNya, karena Dia akan dengan senang hati mendengarkan ceritamu. Inilah inti dari ayat pertama perikop ini, di Lukas 10:24, “Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” Dan Dia adalah; Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Dunia.

Akhir kata, selamat ulang tahun UKM KMK USU yang Ke-42. Kiranya Artikel ini boleh memberkati kita semua, melalui berbagai teladan yang dikisahkan di dalamnya, teladan Yesus untuk mengasihi sekalipun tidak dikasihi oleh dunia, Dia tetap mencintai sekalipun harus terluka di atas kayu salib menanggung dosa-dosa manusia. Namun akhirnya Dia bangkit dari kematian, dan berjanji akan menyertaiku dan menyertai kamu selama-lamanya. Sekali lagi, selamat ulang tahun untuk kita komponen pelayanan. Teruslah berkarya dan bertumbuh bagi kemuliaan Pencipta. Tuhan Yesus memberkati.

Oleh : Yohansen Wyckliffe Gultom (PKK, FISIP 2015)

BAGIKAN

TERHUBUNG DENGAN KAMI

ALAMAT SEKRETARIAT

Jl. Marakas No.5, Titi Rantai, Kota Medan, Sumatera Utara, 20157


© UKM KMK USU - All Rights Reserved